KALAMANTHANA, Tenggarong – Ribuan warga tenggarong memadati halaman Planetarium yang antusias ingin menyaksikan langsung momen langka untuk menyaksikan fenomena alam gerhana matahari total (GMT) sejak pukul 06.00 Wita, Rabu.
Tampak di dalam Gedung Planetarium juga disesaki pengunjung yang menonton gerhana melalui layar hasil proyeksi dari teleskop yang dipasang di halaman Planetarium Jagad Raya Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Yayuk Sri Rahayu, salah satu pengunjung mengaku datang lebih awal ke Planetarium untuk menyaksikan fenomena alam langka tersebut.
“Sebelum jam 7 pagi saya sudah ke sini, anak saya soalnya yang ngajak berangkat pagi-pagi. Ini kan kejadian langka, jadi sangat sayang dilewatkan,” ujar warga Jalan Gunung Lumut, Tenggarong, itu.
Beberapa cara dilakukan pengunjung untuk menyaksikan GMT di Planetarium, ada yang menggunakan teleskop yang sudah disediakan, memakai kacamata khusus, melalui layar proyektor, hingga menggunakan negatif film foto rontgen.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kutai Kartanegara Sri Wahyuni menyambut baik antusiasme masyarakat, sekaligus momen ini dimanfaatkan untuk lebih mengenalkan Planetarium sebagai tempat pengamatan dan pendidikan mengenai benda-benda angkasa atau tata surya.
“Antusias masyarakat luar biasa. Ini momen yang baik karena ke depan jika ada kejadian serupa akan dilakukan pengamatan di Planetarium,” katanya.
Untuk menggelar pengamatan GMT itu, Disbudpar bersama Komunitas Pecinta Astronomi (Kompas) Kutai Kartanegara telah menyiapkan empat teleskop, satu di antaranya terhubung dengan proyektor di dalam Planetarium.
Selain itu, sebanyak 250 kacamata untuk mengamati GMT yang disediakan Kompas ludes terjual sehari sebelumnya.
Pengamatan GMT di Planetarium yang dilakukan sejak pukul 07.30 Wita berlangsung lancar karena didukung cuaca cerah.
Ketua Kompas Kutai Kartanegara Wedi Handoko mengatakan fase GMT di Tenggarong terjadi sekitar dua jam 20 detik, sedangkan puncak GMT terjadi sekitar pukul 08.35 Wita dengan durasi sekitar satu menit 50 detik.
Saat puncak GMT, suasana Kota Tenggarong tampak redup sehingga lebih mirip ketika matahari terbenam.
“Meski intensitas gerhana matahari di Tenggarong tidak total yaitu 97,6 persen, namun kita bisa melihat proses cahaya matahari yang jatuh ke bumi terhalang oleh bulan,” ujarnya.
Selain pengamatan GMT, di halaman parkir Planetarium juga dilaksanakan shalat gerhana yang dipimpin pengasuh Pondok Pesantren As Sauqi Tenggarong, H Iwan Hartono dan diikuti ratusan jamaah.
Shalat gerhana juga digelar di Masjid Agung Sultan Sulaiman dan beberapa masjid lainnya di Tenggarong.