KALAMANTHANA, Buntok, Kalteng – Seorang pemilik kebun rotan di desa Babai H Adi mengatakan, akibat turunnya harga jual rotan itu juga berimbas pada anjloknya perekonomian masyarakat, terutama para petani rotan di wilayah Kalteng khususnya di Barsel.
“Dalam satu hari seorang petani hanya mampu memotong rotan di kebun budidaya sebanyak 50 hingga 70 kg dan dengan anjloknya harga, tentu tidak mencukupi untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari,” kata dia.
Menurut dia, kalau kebun rotan tersebut milik petani itu sendiri. Kalau kebun rotannya yang dipotong itu milik orang lain, tentu hasilnya akan dibagi dua dengan pemilik kebun.
Sementara ketua lembaga predator (Primitif Etnis Dayak Motorik) Kalteng, M Yahya Noor, SH mengharapkan kepada pemerintah pusat dapat membuka kembali ekspor rotan tersebut.
“Ditutupnya kran ekspor rotan pada 2011 oleh pemerintah pusat itu, membuat harga rotan di tingkat petani menjadi anjlok, dan bahkan sulit memenuhi kebutuhan bahan baku rotan untuk pengusaha nasional,” kata dia.
Petani rotan di kabupaten Barito Selatan, Kalimantan Tengah mengharapkan pemerintah pusat membuka kembali “kran” ekspor bahan baku rotan untuk membantu petani rotan di daerah tersebut.
“Dengan dibukanya kembali kran ekspor rotan itu, maka harga rotan di tingkat petani akan meningkat, dan masyarakat budidaya rotan di daerah ini dapat menikmati harga rotan seperti duli,” tambah Adi.
M Yahya Noor mengatakan, harga jual rotan per kuintalnya saat ini jauh turun dibandingkan sebelum pemberlakuan larangan ekspor rotan beberapa tahun lalu. Sebelumnya, harga rotan berkisar antara Rp250 ribu hingga Rp 300 ribu per kuintalnya, sedangkan saat ini hanya Rp150 ribu/kuintal, ucapnyaa.
Padahal hasil rotan khususnya di Barsel melimpah dan kalau para pengusaha meubel menginginkan agar kebutuhan bahan baku mereka tercukupi dipersilahkan datang ke Kalimantan dan tidak perlu adanya pelarangan ekspor rotan.
“Pengusaha rotan Kalimantan siap menyediakan bahan baku rotan asalkan harganya sesuai dan tidak menyengsarakan masyarakat seperti sekarang ini,” tambah M Yahya Noor.
Sementara Bendahara Perhimpunan Petani, Pedagang dan Industri Rotan Kalimantan (Peppirka) H Ruslan mengharapkan pemerintah dapat mencabut SK Menteri perdagangan Nomor 35/ 2011 tentang pelarangan ekspor rotan.
“Dengan adanya SK Menteri Perdagangan tersebut, tentunya sangat menyengsarakan masyarakat terutama para petani rotan yang ada diwilayah Kalimantan ini sejak tahun 2011 lalu,” ujar H Ruslan.
Dia meminta pemerintah pusat mencabut SK tersebut dan memperbolehkan kembali ekspor bahan baku rotan sehingga harga rotan bisa stabil dan perekonomian masyarakat bisa meningkat kembali.