KALAMANTHANA, Pontianak – Saat kegiatan malam selebrasi “Earth Hour” pukul 20.30 WIB- 21.30 WIB di Kota Pontianak.Suasana halaman parkir Masjid Raya Mujahidin Pontianak, Sabtu malam tampak gelap sebagian karena lampu-lampu taman dipadamkan.
Malam selebrasi Earth Hour 2016 di Kota Pontianak yang dipusatkan di halaman Masjid Raya Mujahidin tersebut disaksikan ratusan warga yang sebagian besar merupakan generasi muda. Mereka terlihat mengabadikan deretan lilin yang membentuk angka 60+ yang dinyalakan di selasar parkir Masjid Raya Mujahidin di sudut kanan atau arah tenggara dari menara masjid tersebut.
Lilin yang menyala terbuat dari kaleng dan plastik bekas minuman kemasan yang dipotong menjadi dua bagian. Media tersebut diisi minyak jelantah (bekas pakai) yang diberi sumbu dari kapas untuk nyala api. Saat pukul 20.30 WIB, atau bertepatan dengan dimulainya earth hour, sebagian lilin belum dinyalakan. Sekitar setengah jam kemudian, seluruh lilin menyala dan tampak sebentuk angka 60+ yang merupakan logo earth hour.
Saat selebrasi berlangsung dari pukul 19.30 – 21.30 WIB, sebagian lampu di kompleks Masjid Raya Mujahidin padam, seperti halaman parkir, menara, teras lantai satu. Namun sebagian lainnya tampak masih menyala seperti di lantai atas yang menjadi tempat penyelenggaraan shalat.
Kondisi tersebut berbeda dengan kawasan Jalan Ahmad Yani yang berada di sisi kanan bangunan masjid, terlihat terang dengan menyalanya lampu jalan dan iring-iringan kendaraan yang melintasi jalan tersebut. Animo warga kota tampak tidak terlalu antusias menyambut kampanye yang mengajak masyarakat dunia untuk hemat dalam penggunaan energi tersebut.
Sementara sebelumnya, koordinator Kota Earth Hour Pontianak, Munaweroh mengatakan untuk tahun kelima ini, panitia mengangkat tema “Ini Aksi Pontianak”.
“Kami ingin menunjukkan bahwa ini aksi kita dalam upaya menahan laju perubahan iklim, tidak hanya pada saat perayaan Earth Hour saja, tapi setelah dan seterusnya menjadi gaya hidup, sesuai tanda ‘+’ pada logo Earth Hour,” ujarnya.
Ia mengatakan, sejak diselenggarakan pertama kali di Pontianak pada tahun 2012, Earth Hour Pontianak sudah menggelar beberapa aksi secara kontinyu baik menjelang maupun setelah selebrasi dilakukan. Seperti aksi penanaman pohon, restorasi mangrove, bersih sampah, kampanye ke sekolah dan ruang publik, serta kunjungan ke beberapa media.
Aksi-aksi kampanye yang dilakukan mengusung isu penghematan energi dan air, daur ulang kertas, hemat kertas, bersepeda, diet plastik (PlastikTakAsyik), dan “beli yang baik”, katanya lagi.
Ia menambahkan, untuk tahun ini, aksi yang dilakukanpun tidak hanya menjelang perayaan, tetapi dilaksanakan berkelanjutan sepanjang tahun 2015-2016 dan setelah perayaan Earth Hour 2016, malam ini. “Ini menunjukkan bahwa komitmen dan aksi hemat energi tidak hanya berhenti di satu jam saja, tapi terus dilakukan dan dijadikan gaya hidup untuk menjaga kelestarian bumi,” katanya.
Menurut dia, selain pemerintah Provinsi Kalbar dan Kota Pontianak, dukungan terhadap aksi tersebut juga datang dari korporasi dan puluhan komunitas seperti OIKOSNOMOS, KlentankKlentunk, HGC, GSK, Forum Anak Kota Pontianak, 1000 Guru Kalbar, serta band-band indie Pontianak yang akan terlibat dalam mensukseskan Earth Hour 2016 di Kota Pontianak.
Dukungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat ditunjukkan dengan dikeluarkannya surat imbauan untuk mematikan lampu yang tidak digunakan pada Sabtu 19 Maret 2016 pukul 20.30 – 21.30 WIB kepada seluruh masyarakat di Kalbar melalui wali kota/bupati.
Begitu juga dengan wali kota Pontianak mengimbau masyarakat untuk turut serta dalam pelaksanaan Earth Hour dengan mematikan lampu yang tidak digunakan melalui camat dan lurah yang ada di Kota Pontianak.
“Kami sangat berterima kasih dan menyambut baik atas dukungan yang diberikan oleh pemerintah provinsi dan kota kepada Earth Hour Pontianak, aksi akbar hemat energi di Pontianak. Surat imbauan dari Gubernur Kalimantan Barat menunjukkan pemerintah provinsi dan kota berkomitmen dalam gerakan ini sebagai upaya bersama menekan laju perubahan iklim,” katanya.
Manajer Program Kalimantan Barat, WWF-Indonesia, Albertus Tjiu mengatakan sejak tahun 2012, di Kota Pontianak sendiri sudah lebih dari 10.000 masyarakat dan lebih dari 60 komunitas yang menunjukkan partisipasi mereka untuk menekan laju perubahan iklim, baik secara langsung maupun tidak langsung.
“Kami berharap, partisipasi akan terus bertambah dari masyarakat Kota Pontianak khususnya, dan Kalimantan Barat pada umumnya, sehingga kita bersama-sama bisa mengubah perubahan iklim (Change Climate Change) untuk kehidupan di bumi yang lebih baik,” kata dia.