KALAMANTHANA, Banjarmasin – Komisi II DPRD Kalimantan Selatan bersama Dinas Perkebunan membahas masalah harga dan mutu karet di provinsi yang terdiri atas 13 kabupaten/kota tersebut.
“Pasalnya, harga karet belakangan ini jauh dari menggembirakan petani/pekebun tanaman tersebut,” ujar anggota Komisi II DPRD Kalimantan Selatan Danu Ismanto seusai pertemuan tersebut di Banjarmasin, Kamis (7/4/2016).
Selain itu, olahan karet di provinsi ini menjadi keluhan pabrikan karena mutu/kualitasnya yang kurang baik, lanjut wakil rakyat pengganti antarwaktu dari Partai Keadilan Sejahtera.
Dalam pertemuan bersama Disbun provinsi setempat serta Disbun Kabupaten Balangan dan Kabupaten Tapin tersebut dibahas cara agar mutu karet di provinsi ini tidak menurun.
Menurut mantan pejabat Balai Pengkajian dan Teknologi Pertanian (BPTP) Banjarbaru,, upaya menjaga mutu olahan karet rakyat tersebut antara lain dengan sistem “sit angin” bukan dalam bentuk bongkah atau bakuan.
“Dengan sistem sit angin mutu karet kita bisa mencapai Standar Indonesian Rubber (SIR) lima atau minimal SIR 10, yang selama ini masuk kategori SIR 20,” tuturnya.
“Kalau sudah kualitas SIR 10, dan terlebih lagi SIR lima, maka pabrikan tak akan banyak mengeluh lagi tentang mutu Kalsel Kalsel. Begitu pula harga komoditas tidak akan terlalu anjlok,” demikian Danu Ismanto.
Sementara harga karet asalan/baku di Kalsel belakangan ini rata-rata di bawah Rp5.000 per kilogram, dengan alasan pembeli antara lain kualitas rendah atau masih banyak mengandung kotoran.
Sedangkan sebelumnya atau beberapa tahun lalu harga karet bakuan pernah Rp10.000 per kilogram, dan bahkan sempat mencapai belasan ribu rupiah.
Kantong-kantong karet di Kalsel, baik berupa perkebunan rakyat maupun perkebunan besar atau perkebunan inti rakyat (PIR) antara lain Kabupaten Banjar, Tapin, Hulu Sungai Tengah (HST) dan Balangan. (ant/akm)