KETUA ASITA Asnawi Bahar siap menggarap paket Visit ASEAN@50 yang sudah diekspose di dua travel mart besar, ITB Berlin 9-13 Maret dan ASEANTA Manila 23 Januari 2016 lalu.
Kesiapan ASITA makin nyata setelah pemerintah sudah menandatangani nota kesepahaman (MoU) antarnegara ASEAN. Setelah MoU itu, maka tugas selanjutnya ada pada kalangan industri pariwisata. Merekalah yang akan menterjemahkan dalam bisnis, seperti membuat harga bersama, paket bersama, promosi bersama, dan lainnya.
Bisa dua negara satu destinasi, bisa pula tiga negara satu paket destinasi. Menarik tidaknya paket-paket itu, tergantung pada kreativitas industri. Karena ini menyangkut strategi harga, keistimewaan atraksi, pemilihan destinasi, mengukur waktu, dan selera pasar yang dibidik. “Kami siap untuk pertemuan lanjutan di level industri dengan pelaku bisnis pariwisata di ASEAN,” kata Asnawi Bahar di Berlin.
Menurut Asnawi, pelaku industri memang harus diajak berembuk bersama negara-negara ASEAN itu. “Agar jangan industri kita ditekan-tekan oleh negara tetangga, terutama soal harga. Nanti promosi bersama-sama, yang masuk ke pasar Visit ASEAN@50 ini bisa dari costumer kita, juga bisa jadi berasal dari costumer negara tetangga. Jadi, harus equal dulu di depan,” sebut Asnawi.
Asnawi yang asli Padang ini mengaku bersemangat untuk memajukan pariwisata Indonesia saat ini. Salah satunya karena Menpar Arief Yahya juga semangat mengejar target 20 juta wisatawan di 2019 nanti. Artinya, jika start dari 9,4 juta, dalam lima tahun minimal harus 20 persen bertumbuh. Sedangkan, rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional saja hanya 5 persen.
“Pariwisata harus ngebut, harus semangat, harus berlari cepat. Karena itu saya ikut tertantang dan bersemangat,” aku Asnawi yang rajin mengikuti acara demi acara ITB Berlin di Messe itu.
Dia juga berkeliling dan mengamati booth negara-negara lain di arena yang menampung 180 negara itu. Baik di hall Asia-Oceania-Australia, Eropa, Timur Tengah, Amerika dan Latin. Sempat terbelalak saat melintas stand LGBT Argentina yang diberi label CCGLAR – Camara De Comercio Gay Lesbica Argentina, juga stand IGLTA di sebelahnya, dalam perjalanan menuju booth Kosta Rika.
Kosta Rika adalah negara di Amerika Latin yang dibicarakan publik di Berlin karena desain boothnya dinilai paling fantastik tahun ini. “Rupanya betul, Kosta Rika menggunakan konsep green, park, forest, yang semua material daun, ranting, dahan dan batang pohonnya diboyong dari negaranya. Kesannya sejuk, teduh, hijau dan paling beda. Sentuhannya bukan modern yang menggunakan multimedia dan konstruksi besi-besi yang kokoh,” kata Asnawi.
Dia juga sempat berhenti di booth Maldives, yang menjadi official country partner di ITB Berlin 2016 ini. Tidak teramat istimewa, hanya mengambil space yang lebar dan membawa atraksi kesenian dalam jumlah besar. Juga booth Kuba, negara penghasil cerutu yang diklaim surganya sigaret itu. Tarian salsa dan lagu-lagu Latin yang kental memang khas, ditonjolkan di sana. Kalau dari penampilan panggung, tarian, budaya, Indonesia masih lebih jago.
Menpar Arief Yahya melihat program Visit ASEAN@50 itu sangat strategis. Kunjungan wisman ke Indonesia saat ini masih kecil, hanya 10,4 juta orang tahun 2015. Malaysia sudah 25 juta, Singapura 15 juta, Thailand 30 juta. Total baru sekitar 80 juta. Ditambah dengan Filipina, Laos, Vietnam, Kamboja, Timor Leste, maka jumlahnya 107 juta. “Artinya, kita ini minoritas di ASEAN sendiri, dalam hal tourism. Kita masih nomor empat, setelah Thailand, Malaysia, dan Singapura. Jumlah totalnya jika digabung, kita hanya 10 persen,” kata Menpar Arief Yahya.
Karena jumlahnya kecil minoritas, maka strategi yang terbaik menggabungkan potensi yang ada. “Sehingga kita digandeng, ditarik oleh kekuatan tiga negara yang posisinya sudah di atas kita. Sedangkan ketiga negara itu, karena tidak ada yang dominan, maka saling membutuhkan, saling mempengaruhi. Maka dari itu, konsep ASEAN single destination ini menjadi masuk akal. Semua punya harapan,” kata Arief Yahya. (*)