KALAMANTHANA, Muara Teweh – Habis sudah kesabaran karyawan angkutan batu bara itu. Empat bulan gaji mereka tak dibayar, para pekerja itu kemudian menyandera 19 unit tongkang batu bara milik PT Asmin Koalindo Tuhup (AKT).
Para pekerja itu, sejatinya, bukanlah karyawan Asmin Koalindo Tuhup, perusahaan batu bara yang beroperasi di Laung Tuhup, Kabupaten Murung Raya itu. Mereka pekerja perusahaan kontraktor CV Borneo Jaya Diesel (BJD). Persoalannya, BJD memiliki ikatan kontrak mengangkut batu bara dari lokasi tambang ke stock file AKT. Karena AKT belum sanggup membayar kontrak, BJD belum bisa membayar gaji karyawan tersebut.
“Sudah seminggu terakhir tongkang itu ditahan pekerja kontraktor angkutan tambang batu bara. Sudah empat bulan upah mereka tidak dibayar,” ujar Teno, seorang warga Muara Teweh.
Hendri Arbianto, pimpinan BJD, mengakui fakta-fakta tersebut. Fakta soal penyanderaan tongkang AKT, juga fakta tentang upah tenaga kerja yang belum terbayar, termasuk pula fakta upah angkut batu bara yang belum dibayar AKT. Katanya, jasa transportasi BJD belum dibayar AKT untuk periode Oktober 2015 hingga Januari 2016.
Langkah menyander tongkang AKT ini, menurutnya, adalah langkah susulan dari pekerja. Sebelumnya, mereka juga melakukan unjuk rasa di kamp AKT di Kecamatan Laung Tuhup. Para karyawan yang sebagian besar berasal dari Kabupaten Barito Utara itu menuntut perusahaan membayar jasa angkut tersebut.
Berapakah besaran utang AKT yang harus dibayar? “Sekitar Rp6 miliar lebih. Itu berdasarkan invoice dari Oktober 2015 hingga Januari 2016,” jawabnya.
BJD sebenarnya sudah melayangkan somasi ke AKT. Tak tanggung-tanggung, bahkan sudah sampai tiga kali. Bukannya memenuhi somasi BJD, AKT malah diduga mencoba menghindari kewajiban dengan mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) ke Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. (fir)