KALAMANTHANA, Banjarmasin – Organisasi Pecinta Lingkungan, Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) selama tahun 2015 dan hingga April 2016, sekitar 20 kali telah melakukan evakuasi bekantan.
“Sementara yang sudah dilepasliarkan berjumlah 12 ekor, yang sedang dirawat tujuh ekor, serta tiga ekor tidak dapat tertolong akibat luka bakar yang cukup serius,” kata Ketua SBI Amalia Rezeki di Banjarmasin, Rabu (27/4/2016).
Ia mengatakan, tujuh ekor yang masih dalam perawatan, termasuk dua ekor yang baru dibawa dari Desa Sungai Kali, Kabupaten Barito Kuala (Batola), setelah sebelumnya dilakukan penyelamatan oleh tim penolong SBI dan BKSDA Kalsel.
Selain itu SBI berharap induk bekantan beserta bayinya dalam waktu segera dapat dilepasliarkan. Mengingat bekantan lebih baik beradaptasi dan mengadakan proses pemulihan stres di alam, karena secara medik tidak ditemukan luka serius.
Seperti diketahui, bekantan dilindungi berdasarkan Ordonansi Perlindungan Binatang Liar Tahun 1931 No 134 dan No 266 jo UU No 5 Tahun 1990.
Berdasarkan lembaga konservasi Internasional, bekantan termasuk dalam daftar merah IUCN Bekantan dikategori terancam, dimana populasi satwa berada diambang kepunahan.
Kelestariannya semakin terancam oleh makin maraknya alih fungsi lahan yang menjadikan habitatnya semakin menyempit.
Kondisi tersebut diperparah dengan adanya perburuan serta perdagangan satwa liar. Hal itu menyebabkan populasi monyet berhidung panjang tersebut semakin berkurang, tambah Amalia Rezeki yang juga dikenal sebagai dosen muda di Universitas Lambung Mangkurat.
Menurut Amalia Rezeki berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan pada tahun 1987 jumlah populasi bekantan di Pulau Kalimantan masih cukup banyak mencapai 250.000 ekor dan 25.000 ekor berada di kawasan konservasi.
Kemudian menyusut drastis pada tahun 1995, hanya berjumlah sekitar 114.000 ekor dan hanya tersisa 7.500 ekor di kawasan konservasi.
Sehingga dalam kurun waktu 10 tahun terakhir populasi bekantan di Pulau Kalimantan berkurang sekitar 50 persen.
Sedangkan di Kalimantan Selatan melalui penelitian yang dilaksanakan tahun 2013 oleh BKSDA Kalsel hanya berjumlah sekitar 3.600 sampai lima ribu ekor.
Dengan maraknya alih fungsi lahan, perdagangan satwa liar serta bencana kebakaran hutan, diperkirakan terjadi penurunan populasi yang sangat drastis. (ant/akm)