KALAMANTHANA, Singkawang – Pemerintah pusat memang telah menyiapkan anggaran Rp178 miliar untuk tahap awal pembangunan bandara di Kota Singkawang. Tapi, bukan berarti tak ada kendala. Apa saja persoalannya?
Anggota DPR-RI, Erma Suryani Ranik, menyebutkan salah satu persoalannya adalah soal letak bandara. Sebelumnya, menurut politisi Partai Demokrat itu, letak tahan bandara itu adalah di Singkawang Utara, namun berubah di Pangmilang, Kecamatan Singkawang Selatan. Perubahan lokasi, sebutnya, terjadi ketika Hasan Karman menjabat Wali Kota Singkawang.
“Jadi permasalahannya, ada perubahan letak bandara pada masa pemerintahan pertama dan kedua,” tuturnya di Singkawang, Selasa (10/5/2016).
Kemudian, permasalahan yang kedua, adalah persoalan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) di lahan bandara yang sekarang. Dan yang ketiga, tanah untuk pembangunan bandara juga bermasalah, yang mana tanahnya sudah diambil alih oleh pengusaha.
“Kami ingin Pemkot Singkawang bisa menyelesaikan persoalan ini, agar rencana pembangunan bandara itu bisa segera direalisasikan,” tuturnya.
Dirinya khawatir, niat baik Pemkot Singkawang nantinya akan berujung ke masalah hukum. “Oleh karena itulah, saya minta selesaikan persoalan-persoalan ini dengan sebaik mungkin,” katanya.
Sekretaris Daerah Pemerintah Kota Singkawang, Syech Bandar, sebelumnya mengatakan Bandara Negara harus jadi, minimal progresnya sudah ada. “Begitu masa kepemimpinan Awang Ishak habis, jadi tinggal dilanjutkan oleh kepemimpinan yang baru,” katanya.
Menurut dia, Bandara Negara bukanlah bandar udara Kalimantan Barat (Kalbar), Singkawang, maupun Bengkayang. Tapi, Bandara Negara yang letaknya di Singkawang.
Sekarang ini, dikemukakannya, sudah memasuki tahap pembebasan lahan. “Yang jelas, tahap demi tahap akan kita ekspos, supaya masyarakat tahu perkembangan pembangunan Bandara Negara ini,” ujarnya.
Dalam waktu dekat, pihaknya juga akan segera berkoordinasi dengan PLN terkait adanya tiang Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) di lahan pembangunan Bandara Negara.
“Sebesar apapun permasalahannya, Insya Allah akan bisa teratasi. Yang penting satu misi untuk memperkuat jaringan daerah, seperti transportasi,” ujarnya.
Syech Bandar menyebutkan, untuk memindahkan semua tiang SUTT itu tentunya memerlukan biaya yang sangat besar, yakni Rp40 miliar lebih.
“Kalau kita ada duitnya gampang. Tinggal bayar, beres. Masalahnya, kita tidak punya uang sebanyak itu. Oleh sebab itulah akan kita bicarakan nanti, bagaimana solusinya. Ini sering kita bicarakan di dalam rapat lintas sektoral,” katanya. (ant/ik)