KALAMANTHANA, Muara Teweh – Gejolak di tubuh perusahaan besar swasta (PBS) sawit PT Antang Ganda Utama di Barito Utara, Kalimantan Tengah, seakan tiada henti. Entah apa pemicunya, kini perusahaan tersebut berniat menggeser (memutasi) para asisten manajer (asmen) dari kalangan karyawan lokal daerah setempat.
Salah seorang karyawan Beni mengatakan, isu mutasi asmen sudah berhembus kencang sejak manajemen PT AGU berpindah dari Matahari Inti Kahuripan (Makin) Grup ke DSN Grup, sekitar Oktober 2016. Tetapi isu itu tidak terbukti dan posisi para asmen, khususnya dari warga lokal tetap aman.
Ternyata memasuki Maret 2017, para asmen warga lokal mulai menerima surat untuk mutasi. Tentu saja mereka terkejut karena tidak menyangka posisinya terancam. “Bagi yang belum menerima surat mutasi, posisi para asmen itu sengaja dibuat tidak nyaman. Sehingga, mereka jadi tidak betah bekerja,” katanya, Minggu (2/04/2013).
Jumlah warga lokal berkisar 10-15 orang dari total 30 orang asmen. Adapun jumlah manajer di PT AGU sekitar lima orang. Para manajer dibawahi oleh seorang general manajer (GM). Selama 19 tahun PT AGU beroperasi di Barut, belum ada manajer, apalagi GM berasal dari putra asli Dayak. Posisi paling tinggi hanya asmen. Posisi inilah yang terus diutak-atik oleh manajemen baru.
Selain masalah mutasi asmen, lanjutnya, perubahan posisi GM dan manajer juga nyaris terjadi setiap dua hingga tiga bulan. Pergantian itu dimulai sejak manajemen PT DSN masuk menggantikan Makin. “Setiap dua sampai tiga bulan, pimpinan PT AGU selalu berganti,” ujar Beni.
Masalah internal PT AGU dengan karyawan tidak hanya terjadi di dalam kantor, tetapi merembet pula ke lingkungan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Palangkaraya. Sekitar 500 karyawan yang minta di-PHK sejak Agustus 2016, terus menuntut pesangon dari perusahaan sawit tersebut. Pada sidang terakhir, dua karyawan dari Muara Teweh telah didengar keterangannya mengenai masalah yang terjadi.
Sedangkan dengan warga sekitar lokasi lahan sawit, khususnya Desa Sikan dan Desa Pandran Permai, PT AGU juga punya banyak masalah. Warga pemanen sawit di kebun sendiri telah dituduh mencuri sawit milik perusahaan. Bahkan sering dilaporkan ke polisi. Padahal hingga saat ini, HGU PT AGU belum jelas, sehingga warga balik menuding perusahaan telah semena-mena.
DPRD Barut memberikan atensi khusus terhadap masalah ini. Mulai dari Wakil Ketua Acep Tion, Ketua Komisi III Dr Tajeri hingga Anggota Komisi II Abri mengecam keras tindakan PT AGU. DPRD Barut juga membentuk Panitia Khusus (Pansus) PT AGU. Proses Pansus masih berjalan hingga kini. Saking seriusnya sorotan Pansus, konon pemilik dana yang mengoperasikan PT AGU yakni Mr Tan sampai memerlukan datang sendiri ke Muara Teweh. “Saya dengar Pak Tan datang ke Muara Teweh,” ujar Sembiring, mantan Manajer HRD PT AGU. (mki)