KALAMANTHANA, Muara Teweh – Dana bagi hasil (DBH) dari gas yang dikembalikan pemerintah pusat kepada Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah daerah, semestinya diperuntukkan bagi daerah penghasil gas. Wilayah penghasil gas Desa Karendan didukung desa binaan atau ring 1 yakni Muara Pari dan Haragandang di Kecamatan Lahei dan Desa Luwe Hulu di Kecamatan Lahei Barat.
Hal ini mengemuka dalam diskusi pada acara media gathering, digelar oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Wilayah Kalimantan-Sulawesi, Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS/K3S) Ophir Energy Indonesia dengan PWI Kabupaten Barito Utara, Sabtu (10/11) di Muara Teweh.
Kepala Humas SKK Migas Wilayah Kalimantan dan Sulawesi, Sebastian Julian membeberkan, dana yang disalurkan kembali ke daerah melalui Kementerian Keuangan berupa DBH dan Parcipating Interest (PI). Sedangkan dana corporate sosial responsibility atau dana program pengembangan masyarakat atau dana program pendukung operasi (PPO) yang disalurkan Ophir Energi selaku K3S jumlahnya relatif kecil. Saat ini dana PI masih difinalisasikan dengan gubernur Kalteng sebagai leading sector.
“Saya minta kita semua mengubah pola pikir (mindset). Kita jangan pernah menganggap dana CSR bisa menyejahterakan masyarakat sekitar lokasi gas, karena sifatnya hanya menyuport atau menstimulasi. Jumlah dana CSR sangat kecil. Tetapi DBH dan didukung PI yang dikelola oleh pemerintah, itu yang bisa meningkatkan kehidupan masyarakat, jika dikelola secara baik dan benar,” ujar Julius sembari mencontohkan kemajuan yang terjadi di Kabupaten Bojonegoro, karena pimpinan daerah sangat visioner.
Menurut pria yang akrab disapa Abas ini, Kabupaten Barut memiliki kesempatan yang sangat baik untuk memaksimalkan pengelolaan DBH, termasuk PI nanti, karena PLTG Bangkanai baru mulai berproduksi dan belum mencapai titik tertinggi. “Jangan sampai terjadi seperti di daerah lain, setelah migasnya habis, lalu pimpinan daerah bingung, karena tidak bisa lagi membiayai pegawai dan operasional listrik, karena DBH yang berlimpah dipakai untuk membangun semacam disneyland dan mengangkat pegawai dalam jumlah sangat banyak,” ucapnya.
Eksternal dan Security Manajer Ophir Energy Indonesia, Fajar Daely menerangkan, daerah yang memiliki produksi migas diberikan DBH. Sejak 2015, DBH yang disalurkan kepada Kabupaten Barut, selaku daerah penghasil migas sebesar Rp10 miliar per tahun. Penyaluran diatur oleh Kementerian Keuangan RI.
Fajar menambahkan, DBH bisa terus bertambah, karena K3S Ophir Energy ditargetkan beroperasi di Kabupaten Barut sampai 2033. Menjadi tugas semua pemangku kepentingan di daerah ini untuk menjaga dan mengarahkan penggunaan DBH, sehingga menyejahterakan masyarakat, khususnya yang berada di wilayah tambang. “DBH harus digunakan sebesar-besarnya ke daerah penghasil gas, yakni Karendan dan desa-desa di ring 1. Kita meng-engage (mengikutsertakan) semua pemangku kepentingan, sehingga memiliki persepsi strategis yang sama untuk tujuan tersebut,” sebutnya.
Sedangkan sebagai pendukung, Ophir telah membuat guidance (penuntun) soal penyaluran dana CSR. Pada 2018 telah dibuat formulasi penjaringan aspirasi masyarakat dari tingkat desa lalu ke tingkat kecamatan. Bentuk kegiatan berupa peningkatan kualitas SDM dan kegiatan lain yang tidak tumpang tindih dengan kegitan lain yang sudah diakomodir melalui murenbangdes dan musrenbang tingkat kecamatan. “Kita selalu transparan dalam pengelolaan keuangan. Kalau mau tahu jumlah DBH, silakan buka website ESDM atau Depkeu,” tuturnya.(mel)