KALAMANTHANA, Jakarta – Kasus dugaan korupsi yang menjerat Bupati Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, tampaknya mencapai rekor sepanjang sejarah berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi. Inilah kasus dengan kerugian negara terbesar sepanjang sejarah.
Selama ini, nilai kerugian negara terbesar dalam kasus korupsi terjadi pada dua kejahatan korupsi, yakni kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan KTP elektronik (e-KTP). Karena besarnya kerugian negara tersebut, kedua kasus ini jadi perhatian publik.
Berapakah nilah kerugian negara pada kasus BLBI? Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif menyebut angka Rp4,58 triliun. Di bawahnya ada kasus e-KTP yang antara lain menjerat Ketua DPR saat itu, Setya Novanto, yakni Rp2,3 triliun.
Kasus dugaan korupsi Supian Hadi yang terkait izin usaha pertambangan (IUP)? KPK memperhitungknn tak kurang dari Rp5,8 triliun ditambah USD 711 ribu.
“Indikasi kerugian negaranya cukup besar. Setara bila dibandingkan dengan kasus lain yang pernah ditangani KPK seperti KTP Elektronik (Rp 2,3 triliun) dan BLBI (Rp 4,58 triliun),” kata Laode M Syarif di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (1/2/2019).
KPK, menurut Syarif, memperhitungkan nilai kerugian negara akibat kasus bupati termuda Kotawaringin Timur ini sebesar Rp 5,8 triliun dan USD 711 ribu. Angka itu, menurut Syarif, dihitung dari produksi hasil pertambangan bauksit, kerusakan lingkungan dan kerugian kehutanan akibat produksi dan kegiatan pertambangan yang dilakukan PT FMA, PT BI, dan PT AIM.
“Diduga terjadi kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp 5,8 triliun dan USD 711 ribu,” ucap Syarif.
Selain menimbulkan kerugian negara, Supian juga diduga menerima mobil Toyota Land Cruiser, Hummer H3 dan uang Rp 500 juta. Penerimaan itu diduga masih terkait dengan pemberian izin kepada tiga perusahaan tersebut.
KPK
menetapkan Supian Hadi
sebagai tersangka korupsi dalam penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP)
operasi produksi dari Pemkab Kotawaringin Timur.
“Hari ini, kami sampaikan perkembangan salah satu penanganan perkara
dengan indikasi kerugian keuangan negara yang cukup besar. Setara bila
dibandingkan dengan kasus lain yang pernah ditangani KPK, seperti KTP-elekronik
(Rp2,3 triliun) dan BLBI (Rp4,58 triliun),” kata Wakil Ketua KPK Laode M
Syarif saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat.
Berdasarkan bukti permulaan yang cukup, KPK menemukan adanya dugaan tindak
pidana korupsi dalam proses pemberian izin usaha pertambangan terhadap tiga
perusahaan di lingkungan Kabupaten Kotawaringin Timur Tahun 2010-2012.
Tersangka Supian Hadi selaku Bupati Kotawaringin Timur 2010-2015 diduga telah
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekomonian.
“Dalam pemberian izin usaha pertambangan kepada PT FMA (Fajar Mentaya
Abadi), PT BI (Billy Indonesia), dan PT AIM (Aries Iron Mining) di Kabupaten
Kotawaringin Timur periode 2010-2015,” ucap Syarif.
Supian Hadi disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ik)