KALAMANTHANA, Tanjungpinang – Akhirnya, pemeriksaan kasus dugaan suap izin usaha pertambangan di Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, mulai bergulir. KPK membukanya dari rumah di seberang lautan, di Tanjungpinang, Kepulauan Riau.
Penyidik KPK menyita sejumlah dokumen terkait kasus suap izin pertambangan ini dari rumah Hendry HDS. Hendry adalah salah seorang pengusaha bauksit di Tanjungpinang.
“KPK melakukan penggeledahan pada satu lokasi di Tanjungpinang terkait proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi dari Pemkab Kotawaringin Timur dengan tersangka SH, Bupati Kotawaringin Timur,” kata juru bicara KPK, Febri Diansyah melalui pesan WhatsApp yang diterima Antara di Tanjungpinang, Rabu (21/8/2019).
Baca Juga: Izin Tambang Supian Hadi Diduga Banyak Bermasalah
Tim KPK pukul 16.00 WIB menggeledah sebuah rumah di Jalan Ir Sutami, Kelurahan Tanjungpinang TImur, Bukit Bestari. Sejauh ini telah diamankan dokumen-dokumen terkait pengurusan IUP PT Fajar Mentaya Abadi (FMA). Proses penggeledahan selesai pukul 17.30 WIB.
Supian Hadi, Bupati Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam pengumuman yang dilakukan pada Jumat, 1 Februari 2019 lalu. Dia diduga menerima suap terkait izin usaha pertambangan (IUP) dari tiga perusahaan di Kotawaringin Timur.
Baca Juga: Lho, KPK Kok Lamban Sih Proses Kasus Dugaan Korupsi Supian Hadi
““KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan SH (Supian Hadi) sebagai tersangka,” ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam konferensi pers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, saat itu.
Perkara yang menjerat Supian diusut KPK dari penyelidikan. Supian diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangannya lewat pemberian IUP kepada PT FMA (PT Fajar Mentaya Abadi), PT BI (Billy Indonesia), dan PT AIM (Aries Iron Mining) di Kabupaten Kotim.
“Diduga terjadi kerugian negara
sekurang-kurangnya Rp 5,8 triliun dan USD 711 ribu, yang dihitung dari
eksplorasi hasil pertambangan bauksit, kerusakan lingkungan dan kerugian
kehutanan akibat produksi, serta kegiatan pertambangan yang dilakukan PT FMA,
PT BI, dan PT AIM,” ucap Syarif.
Supian disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat
1 ke-1 KUHP. (ik)