KALAMANTHANA, Sampit – Kasus sengketa tanah di Kotawaringin Timur (Kotim) kembali terjadi, bahkan memakan puluhan korban yakni warga masyarakat yang mana sampai dengan saat ini nasibnnya terkatung-katung akibat menunggu hampir 10 tahun lamanya legalitas tanah maupun rumah mereka tak diberikan oleh dua pihak yang bersengketa.
Hal ini terjadi di daerah Kecamatan Baamang, Kotim, dimana perwakilan warga masyarakat Usianto, dan Ahmad Radiansyah mengadukan hal ini ke lembaga legislatif lantaran 73 orang anggota pembeli tanah kaplingan maupun rumah yang sudah ada dibangun itu tidak ada kepastian selama hampir 10 tahun lamanya tersebut tidak ada legalitas.
“Saya membeli rumah, dengan developer bernama Yolanda sekitar tahun 2010 lalu, namun sampai saat ini tidak ada sertifikatnya, atau tidak ada legalitasnya sebagaimana mestinya perumahan biasanya, disitu ada dua penguasa tanah yang saat ini masih terjadi sengketa,” ungkap Usianto Kamis (19/11/2020).
Disisi lain menurutnya, sengketa antara dua orang yakni Yolanda dan Hairil di tanah kaplingan maupun yang sudah dibangun perumahan tersebut, sudah sempat disidang adat oleh lembaga adat, namun tidak mengetahui secara pasti hasil keputusannya. Sementara dari surat yang diajukan ke lembaga legislatif tersebut total masyarakat pembeli tanah kaplingan mencapai 73 orang, yang mana sampai dengan saat ini belum mengantongi legalitas.
“Kami hanya memegang kwitansi, baik punya saya dari Yolanda maupun punya pak Ahmad ini dari Hairil, dan begitupun dengan pemilik yang lainnya,”ungkap keduanya saat menyampaikan masalah tersebut ke jajaran Komisi I DPRD Kotim.
Menanggapi hal ini, Ketua Komisi I DPRD Kotawaringin Timur Agus Seruyantara, didampingi Sekretaris Komisi Hendra Sia, Anggota, Ir Parningotan Lumban Gaol SP, dan Khozaini S,Kom, menjelaskan, dalam persoalan ini pihaknya akan mengkaji terlebih dahulu kasus sengketa tanah tersebut.
“Dalam hal ini kami tentunya akan mempelajari terlebih dahulu, dan sambil melihat jadwal kegiatan kami, nanti bisa saja kami akan melakukan RDP dengan memanggil kedua belah pihak yang bersengketa, untuk mencari solusi terkait masalah ini,” ungkap Ketua Komisi I.
Disisi lain Lumban Gaol juga turut menambahkan dalam hal ini tentunya masyarakat yang menjadi korban bisa saja melaporkan kasus ini ke aparat penegak hukum berkaitan dengan unsur penipuan, karena menurutnya kasus ini bisa masuk dalam ranah delik aduan.
“Ini memang kasus perdata, akan tetapi menurut saya masuk keranah delik aduan, karena ada unsur penipuannya, dimana kasus ini dibiarkan terkatung-katung selama 10 tahun ini, baik oleh pihak developer maupun pihak penjual kaplingan,” tutupnya. (drm)