KALAMANTHANA, Sampit – Wakil Ketua DPRD Kotim H.Hairis Salamad terus mengingatkan kepada semua pihak Perusahaan Besar Swasta (PBS) di wilkum setempat untuk meneliti kembali makna dari konsep adanya Program Corporate Social Responsibility (CSR) yang diterapkan oleh pemerintah, khususnya di Kotawaringin Timur ini.
“Perusahaan memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kita ketahui bersama CSR diperuntukan untuk pembangunan berkelanjutan, artinya disini harus seimbangan antara keuntungan dengan sosial, korbannya disini adalah masyarakat,” tegasnya Senin (31/5/2021)
Disisi lain Legislator PAN ini bahkan menjelaskan, suatu organisasi, terutama perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya, tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat keuntungan atau deviden, tetapi juga harus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari keputusannya itu sendiri.
“Harus sesuai dasarnya, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih panjang. Dengan pengertian tersebut, CSR dapat dikatakan sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan dengan cara manajemen dampak (minimisasi dampak negatif dan maksimisasi dampak positif) terhadap seluruh pemangku kepentingannya,”tegasnya.
Wakil Rakyat Dapil V ini juga mencotohkan, saat ini yang terjadi di wilayah utara Kotim, dia menilai tidak seimbangannya penghasilan perusahaan dengan kontribusi program CSRnya terlihat dari cara mereka meberikan peluang kerja yang hanya mendasari kepentingan sepihak saja. Bahkan banyak terjadi konflik dengan masyarakat yang sudah menjadi konsumsi diwilayah tersebut yang mana artinya sudah merupakan sanksi sosial dari masyarakat.
“Kita tahu bahwa SDM kita di daerah pedalaman jelas tidak bisa mengimbangi, lalu dipaksakan oleh suatu kebutuhan sehingga warga harus memilih pekerjaan yang tidak dia pahami, disinilah kita melihat tidak balance sekali, kenapa pihak PBS tidak menciptakan peluang kerja yang lain, atau programkan yang mudah masyarakat fahami,” timpalnya.
Bahkan dia kembali mencontohkan, bisa saja suatu perusahaan baik perkebunan maupun HTI (Hutan Tanam Industri) menciptakan lapangan kerja, menyesuaikan keahlian masyarakat, di daerah operasionalnya, sehingga ada keseragaman dan keseimbangan antara secara sosial maupun SDM yang ada.
“Programnya harus sesuai, bukan menanam sengon saja, atau sawit lagi, Singkong misalnnya, bahkan hasil karya lokal lainnya itu bisa saja di budidayakan dan di ekspor hingga ke luar negeri, yang terpenting menyesuaikan kemampuan SDM kita, kalau di paksakan di didik jelas sangat sulit dan belum tentu berhasil,” tutupnya.(drm)